Oleh: Multazam Ahmad
PRESIDEN Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan pada 22 Oktober 2025 hari ini akan menjadi inspektur upacara Hari Santri Nasional (HSN) ke 11 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) .Menurut Menteri Agama Prof.Dr Nasarudin Umar,MA. Tema perayaan yang diusung adalah “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.
Tema ini menegaskan peran santri yang tidak hanya terbatas pada nilai-nilai agama dan nasionalisme (mengawal kemerdekaan), tetapi juga kesiapan untuk berdialog dengan kemajuan zaman, berkompetisi di kancah global, dan berkontribusi nyata dalam pembangunan peradaban dunia. Hal ini mengandung dua pesan .Pertama, secara historis santri tidak lupa dari masa lalu bahwa santri berjuang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kedua, secara kontektual bahwa santri aktif berkontribusi untuk memajukan bangsa dan negara.
Oleh karena itu pesantren dituntut menjaga kemandirian agar sikap santri tetap siaga menyerahkan jiwa dan dan raga untuk membela tanah air,mempertahankan persatuan Indonesia dan mewujudkan perdamaian dunia. Ada tiga kemandirian dalam prayaan di Hari Santri Nasional (HSN). Pertama , mandir dalam tradisi, yakni tradisi keilmuan dan budaya pesantren yang harus dijaga dan tidak boleh luntur termakan zaman.
Menurut data Kementerian Agama (kemenag),pada 2024/2025 jumlah pondok pesantren di Indonesia 42.433 unit dan memiliki 4,9 juta santri. Artinya jumlah yang fantatis ini menunjukan bahwa pimpinan pondok pesantren atau kiyai memilki tugas sangat strategis untuk menjaga moral dan memajukan bangsa dan negara.
Santri dituntut menjdi agen-agen pembangunan dan pembaharuan di bergagai bidang kehidupan,seperti bidang pendidikan,mencetak kader ulama, ekonomi dan lai sebagainya. Kiyai dan santri memiliki tugas pokok untuk memahami agama secara mendalam dan benar untuk menjawab persoalan-persoalan keumatan. Artinya santri dan masyarakat adalah dual hal yang tidak boleh terpisahkan.
Sejak dulu kemandirian dan loyalitas santri terhadap bangsa Indonesia yang tidak pernah lekang walaupun dalam kondisi darurat .Sering kita saksikan, ketika kaum muslimin Indonesia menghadapi delima sebuah kepentingan agama dan dan kebangsaan ,para kiyai dan santri mampu mengambil sikap yang tegas untuk kemaslahatan umat.
Kita bisa melihat saat pemerintah kolonial Belanda lewat organisasi Netherlands Indies Civil Administration ( NICA) yang berusaha melaksanakan misinya kembali untuk menjajah lagi Indonesia dengan licik membonceng tentara sekutu.Melihat belagat ini, KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) bersama para ulama yang lainya di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya pada 22 Oktober 1945 untuk tetap memertahankan kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad yang lebih populer disebut deklarasi “Resolosi Jihad”.
Isinya menegskan bahwa membela Tanah Air hukumnya fardhu ain ( kewajiaban perorangan) untuk setiap muslim Indonesia wajib untuk ikut berperang melawan penjajah mempertahankan kemerdekaan. Menurut Gunaji (2009) Resolosi Jihad yang dipelopori KH Hasyim Asy’ari dan kaum santri lainya merupakan penentu berlanjut atau tidaknya kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan kedaulatan NKRI.
Kemandirian kiprah santri untuk mengurus bangsa tidak diragukan lagi,bahkan kita melihat pada era sebelum kemerdekaan mengenal tokoh-tokoh ternama yang notebene dari kalangan santri. Seperti, KH Mas Mansur,KH Hasyim Asy’ari,KH Ahmad Dahlan,Ki Bagus Hadikusumo,KH Kahar Muzakkir,Abdul Hamid Hakim, HOS Cokroaminoto dan lain sebagainya. Bisa jadi apresiasi pemerintah dengan pertimbangan tersebut ditetapka 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Hati Terluka
Ada pepatah atau peribahasa jawa “ Sudah jatuh tertimpa tangga”. Dalam peribahasa ini bisa dimaknai kemalangan atau kesulitan yang beruntun( berturut-turut).Artinya musibah yang sedang dialami salah satu pesantren tua Al Khoziny belum selesai di lanjutkan dengan lagi pemberitaan yang bisa melukai hati kaum sarungan.
Tayangan di kanal televisi Trans7 pada tanggal 13 Oktober 2005, dengan latar segmen episode tayangan mata acara Xpose Uncensored. Ketika dalam acara tersebut menyasar Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, dan pengasuh utama Kiai Haji Anwar Manshur,benar benar bisa melukai hati.Dalam potongan rekaman video di tampilkan sebuah judul ” Santri minum susu aja kudu jonggkok,emang gini kehidupan pondok?”.Kalimat inilah barang kali yang menjadi pemicu dan menyakiti hati yang mendalam
Tidak cukup disitu,ucapan narator itu: “ketemu kiainya masih ngesot,dan cium tangan segala. Dan ternyaya yang ngesot itulah yang ngasih amplop.Oleh karena Netizen ramai-ramai curiga bahwa bahwa bisa jadi inilah kenapa sebagian kiai bisa makin kaya raya.”Narasi seperti itulah dinilai merendahkan martabat kaum santri di seluruh Nusantara.
Kegaduhan ruang publik dengan segmen panggung sosial akhir-akhir ini harus benar-benar menjadi pembelajaran bersama. Semuanya saling membutuhkan,namun etika harus di kedepankan.Kita memahami bahwa media merupakan pilar keempat( forth estate)di era dekmokrasi.Artinya media memiliki peran yang penting untuk edukasi .
Oleh karena itu peran negara sangat di butuhkan untuk mengawal kemajuan pesantren sebagai penjaga moral. Kiprah pesantren di negeri ini sudah teruji untuk mengantarkan pintu gerbang kemerdekaan. Kita akui ada beberapa pertanyaan yang sering menggoda dilontarkan ke penulis setiap kita ngobrol di warung kopi selalu membicarakan tentang eksistensi santri di kancah politik. Bisakah warwah santri di kancah politik tetap terjaga?
Pertanyaan tersebut bukan tidak beralasan. Dalam dunia politik,merujuk SP Huntington(1968) ,bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara selalu diikuti dengan rasionalisasi kekuasaan. Kekuasaan yang semula bercorak religius akan di ambil alih kekuasaan yang bercorak sekuler. Lebih jauh lagi menurut Biingham Powel (1978) ,bahwa sekularisai dalam pengelolaan negara akan menghilangkan etika politik.
Dalam perayaan HSN, pertanyaan tersebut perlu dijadikan pintu masuk untuk meneguhkan kelompok santri agar mampu menjawab tantangan zaman dan bisa berkiprah untuk bangsa dan negara sebagaimana santri zaman dulu. Meski banyak godaan, momentum Hari Santri Nasional (HSN) kita gelorakan terus dan jadikan sebagai kekuatan moral sebagai misi santri untuk amar makruf nahi mungkar. Wallahu a’lam bishawab.
Dr.Multazam Ahmad,MA
Alumni Pondok Pesantren APIKA Muhammadun
Kajen- Pati,Wasekjen Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia
Sekretaris MUI Provinsi Jawa Tengah,
Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes). darkorchid-curlew-947014.hostingersite.com
0



