Refleksi HSN di Tengah Badai

7 Min Read

Oleh: Multazam Ahmad

PRESIDEN Republik Indonesia  Prabowo Subianto dijadwalkan pada  22 Oktober 2025 hari ini akan  menjadi inspektur upacara  Hari Santri  Nasional (HSN) ke 11 di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) .Menurut   Menteri Agama Prof.Dr Nasarudin Umar,MA. Tema perayaan yang diusung adalah “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.

Tema ini menegaskan peran santri yang tidak hanya terbatas pada nilai-nilai agama dan nasionalisme (mengawal kemerdekaan), tetapi juga kesiapan untuk berdialog dengan kemajuan zaman, berkompetisi di kancah global, dan berkontribusi nyata dalam pembangunan peradaban dunia. Hal ini   mengandung dua pesan .Pertama, secara historis santri tidak lupa dari masa lalu bahwa santri  berjuang untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. Kedua, secara kontektual bahwa santri aktif berkontribusi untuk memajukan bangsa dan negara.

Oleh karena itu pesantren dituntut menjaga  kemandirian  agar sikap santri  tetap siaga menyerahkan jiwa dan dan raga untuk membela tanah air,mempertahankan persatuan Indonesia dan mewujudkan perdamaian dunia. Ada tiga kemandirian dalam prayaan di Hari Santri Nasional (HSN). Pertama , mandir dalam tradisi, yakni tradisi keilmuan dan budaya pesantren yang harus dijaga dan tidak boleh luntur termakan zaman.

Menurut data Kementerian Agama (kemenag),pada 2024/2025  jumlah pondok pesantren di Indonesia 42.433 unit dan  memiliki 4,9 juta santri. Artinya jumlah yang fantatis ini menunjukan bahwa pimpinan pondok pesantren atau kiyai memilki tugas sangat strategis untuk menjaga moral dan memajukan bangsa dan negara.

Santri dituntut menjdi agen-agen pembangunan dan pembaharuan di bergagai bidang kehidupan,seperti bidang pendidikan,mencetak kader ulama, ekonomi dan lai sebagainya. Kiyai dan santri memiliki tugas pokok  untuk memahami agama secara mendalam dan benar untuk menjawab persoalan-persoalan keumatan. Artinya santri dan masyarakat adalah dual hal yang tidak boleh terpisahkan.

Sejak  dulu kemandirian dan loyalitas santri terhadap bangsa Indonesia  yang tidak pernah lekang walaupun dalam kondisi darurat .Sering kita saksikan, ketika  kaum muslimin Indonesia menghadapi delima sebuah kepentingan agama dan dan kebangsaan ,para kiyai dan santri mampu mengambil sikap yang tegas untuk kemaslahatan umat.

Kita bisa melihat saat pemerintah kolonial Belanda lewat organisasi Netherlands Indies Civil Administration ( NICA) yang berusaha melaksanakan misinya kembali untuk menjajah lagi Indonesia dengan licik membonceng tentara sekutu.Melihat belagat ini, KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU)  bersama para ulama yang lainya di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya pada 22 Oktober 1945 untuk tetap memertahankan kemerdekaan sebagai perang suci alias jihad yang lebih populer disebut deklarasi “Resolosi Jihad”.

Isinya menegskan bahwa membela Tanah Air hukumnya fardhu ain ( kewajiaban perorangan) untuk setiap muslim Indonesia  wajib untuk ikut berperang melawan penjajah mempertahankan kemerdekaan. Menurut Gunaji (2009) Resolosi Jihad yang dipelopori KH Hasyim Asy’ari dan kaum santri lainya merupakan penentu berlanjut atau tidaknya kemerdekaan Indonesia dan mempertahankan kedaulatan NKRI.

Kemandirian kiprah santri untuk mengurus bangsa  tidak diragukan lagi,bahkan kita melihat pada era sebelum kemerdekaan  mengenal tokoh-tokoh ternama yang notebene dari  kalangan santri.  Seperti, KH Mas Mansur,KH Hasyim Asy’ari,KH Ahmad Dahlan,Ki Bagus Hadikusumo,KH Kahar Muzakkir,Abdul Hamid Hakim, HOS Cokroaminoto   dan lain sebagainya. Bisa jadi apresiasi pemerintah dengan pertimbangan tersebut ditetapka 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

Hati Terluka

Ada pepatah atau peribahasa jawa “ Sudah jatuh tertimpa tangga”. Dalam peribahasa ini bisa dimaknai kemalangan atau kesulitan yang beruntun( berturut-turut).Artinya musibah yang sedang dialami salah satu pesantren tua Al Khoziny belum selesai di lanjutkan dengan  lagi pemberitaan yang bisa melukai hati kaum sarungan.

Tayangan  di kanal televisi Trans7 pada tanggal 13 Oktober 2005, dengan latar segmen episode tayangan mata acara Xpose Uncensored. Ketika dalam  acara tersebut menyasar Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur, dan pengasuh utama  Kiai Haji Anwar Manshur,benar benar  bisa melukai hati.Dalam potongan rekaman video di tampilkan sebuah judul ” Santri minum susu aja kudu jonggkok,emang gini kehidupan pondok?”.Kalimat inilah barang kali yang menjadi pemicu dan menyakiti hati yang mendalam

Tidak cukup disitu,ucapan narator  itu: “ketemu kiainya masih ngesot,dan cium tangan segala. Dan ternyaya yang ngesot itulah yang ngasih amplop.Oleh karena Netizen ramai-ramai curiga bahwa bahwa bisa jadi inilah kenapa sebagian kiai bisa makin kaya raya.”Narasi seperti itulah dinilai merendahkan martabat kaum santri di seluruh Nusantara.

Kegaduhan ruang publik dengan segmen panggung sosial akhir-akhir ini harus benar-benar menjadi pembelajaran bersama. Semuanya saling membutuhkan,namun etika harus di kedepankan.Kita memahami bahwa media merupakan pilar keempat( forth estate)di era dekmokrasi.Artinya media memiliki peran yang penting untuk edukasi .

Oleh karena itu peran negara sangat di butuhkan untuk mengawal kemajuan pesantren sebagai penjaga moral. Kiprah pesantren di negeri ini sudah teruji untuk mengantarkan pintu gerbang kemerdekaan. Kita akui ada beberapa pertanyaan yang sering menggoda dilontarkan ke penulis setiap  kita  ngobrol di warung kopi selalu membicarakan tentang eksistensi santri di kancah politik. Bisakah warwah santri di kancah politik tetap terjaga?

Pertanyaan tersebut bukan tidak beralasan. Dalam dunia politik,merujuk SP Huntington(1968) ,bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara selalu diikuti dengan rasionalisasi kekuasaan. Kekuasaan yang semula bercorak religius akan di ambil alih kekuasaan yang bercorak sekuler.  Lebih jauh lagi menurut Biingham Powel (1978) ,bahwa sekularisai dalam pengelolaan negara akan menghilangkan etika politik.

Dalam perayaan  HSN, pertanyaan tersebut perlu dijadikan pintu masuk untuk meneguhkan  kelompok santri  agar mampu menjawab tantangan zaman dan bisa berkiprah untuk bangsa dan negara sebagaimana santri zaman dulu. Meski banyak godaan, momentum Hari Santri Nasional (HSN) kita  gelorakan terus dan jadikan sebagai kekuatan moral sebagai misi santri untuk amar makruf nahi mungkar. Wallahu a’lam bishawab.

Dr.Multazam Ahmad,MA

Alumni Pondok Pesantren APIKA Muhammadun

Kajen- Pati,Wasekjen Pengurus Pusat  Dewan Masjid Indonesia  

Sekretaris MUI Provinsi Jawa Tengah,

Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes). darkorchid-curlew-947014.hostingersite.com

  

0
Share This Article
Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.