SEMARANG (darkorchid-curlew-947014.hostingersite.com) — Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan biji kakao senilai Rp 7,4 miliar yang menyeret mantan Direktur PT Pagilaran, Dr Rachmad Gunadi, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (4/12/2025).
Pada persidangan ini, tim penasihat hukum yang dipimpin Zainal Petir, SH., MH., bersama rekan-rekannya — Hendri Wijanarko, SH., MH., Evarisan, SH., MH., dan Ikhyari F. Nurudin, SH. — mengaku puas dengan keterangan saksi kunci dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kesaksian tersebut diberikan oleh Prof. Syaiful Ali, MIS., Ph.D., Ak., CA, Direktur Keuangan UGM, yang secara tegas menyatakan bahwa dana yang digunakan untuk membeli 200 ton biji kakao bukan berasal dari APBN, melainkan dari dana masyarakat.
“Uang Rp 7,4 miliar untuk pengadaan biji kakao bersumber dari dana masyarakat, bukan APBN. Jadi apa yang didakwakan Penuntut Umum terhadap klien kami sebagai uang negara tidak benar,” tegas Zainal Petir usai sidang.
Pernyataan itu muncul setelah penasihat hukum menanyakan langsung kepada saksi terkait asal dana pengadaan. Prof. Syaiful Ali juga memastikan bahwa seluruh proses pengembalian dana dan retur sudah dinyatakan selesai, klir, dan tidak menyisakan persoalan sejak 2021.
Retur Sudah Dipenuhi, Tidak Ada Kerugian UGM
Zainal Petir menjelaskan lebih rinci bahwa pengadaan 200 ton biji kakao untuk program Cocoa Teaching and Learning Industry (CTLI) telah diselesaikan secara bertahap. Sebanyak 116 ton telah dikirim ke CTLI, sementara 84 ton lainnya mengalami retur.
Atas retur tersebut, kedua pihak menyepakati penyelesaian dengan dua mekanisme:
50 ton diganti uang senilai Rp 1,85 miliar
34 ton dipenuhi kembali dalam bentuk biji kakao
“Seluruh pemenuhan retur itu selesai pada 29 Desember 2021. Dengan begitu tidak ada kerugian yang dialami UGM,” tegasnya.
Karena seluruh proses telah rampung, Zainal mengaku heran mengapa kasus yang administratifnya telah selesai itu kembali dipersoalkan.
“Sangat janggal. Masalah yang sudah selesai sejak 2021, tapi baru dilaporkan pada akhir 2024 seolah-olah ada korupsi biji kakao fiktif. Padahal ini murni bisnis to bisnis antara PT Pagilaran dan PUI UGM dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujarnya.
Kasus ini sendiri berawal dari pengadaan bahan baku kakao untuk program Cacao Teaching and Learning Industries (CLTI) di Batang pada tahun 2019.
Soroti Laporan Audit Internal UGM
Dalam sidang sebelumnya pada Kamis (27/11), jaksa menghadirkan saksi dari Satuan Pengawasan Internal (SPI) UGM. Namun menurut tim penasihat hukum, keterangan SPI justru memperlihatkan kelemahan dalam metode audit yang mereka lakukan.
Zainal Petir menilai laporan hasil audit (LHA) SPI bersifat asumtif, tidak berbasis data empiris maupun bukti pendukung yang memadai.
“Mestinya audit dilakukan untuk menilai efektivitas dan mencatat langkah korektif yang telah ditempuh. Tidak adanya mekanisme monitoring membuat temuan LHA seolah tidak pernah ditindaklanjuti. Padahal fakta sidang menunjukkan bahwa persoalan utama sudah diselesaikan sebagaimana disampaikan Prof. Syaiful Ali,” jelasnya.
Sidang ini masih akan berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi lainnya. Tim kuasa hukum berharap keterangan yang menguatkan bahwa tidak ada kerugian negara dapat membuka jalan bagi pembuktian bahwa klien mereka tidak bersalah. St
0



