Oleh : Mohammad Agung Ridlo
“Seorang imam dalam Islam harus fasih dan tartil membaca Alquran, menguasai tajwid, serta lancar membaca agar jamaah khusyuk”.
Menjadi seorang imam dalam Islam bukan sekedar berdiri di depan jamaah dan memimpin shalat. Tugas tersebut memerlukan persiapan dan kemampuan khusus, karena seorang imam merupakan figur panutan spiritual dan sosial yang mempunyai peranan sangat penting dalam membimbing umat Islam. Kualitas seorang imam menjadi kunci utama dalam terciptanya kekhusyukan, ketertiban, dan kesatuan dalam beribadah sekaligus dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk itu, seorang imam harus memenuhi beberapa kriteria penting yang tidak hanya bersifat ritualistik, tapi juga mencakup aspek karakter dan kemampuan kepemimpinan.
Artikel ini membahas secara mendalam syarat utama dan karakteristik penting yang harus dimiliki seorang imam, berupa kemampuan fasih dan tartil dalam membaca Alquran, penguasan tajwid yang benar, kelancaran membaca Alquran, sikap berwibawa dan berkharisma, berakhlak mulia, serta memiliki nilai lebih guna menciptakan kepemimpinan yang efektif dan diberkahi Allah.
Fasih dan Tartil dalam Membaca Alquran
Menjadi seorang imam shalat berarti harus mampu membaca Alquran dengan baik dan benar. Istilah fasih dan tartil sering kali dikaitkan dengan kemampuan seorang imam membaca ayat-ayat Alquran secara lancar dan sesuai aturan.
Fasih berarti lancar dan tidak terbata-bata dalam membaca ayat-ayat suci Alquran sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat mengganggu kekhusyukan jamaah dan makna ayat itu sendiri. Pembacaan yang fasih memudahkan jamaah untuk mengikuti bacaan imam dengan baik.
Sedangkan tartil merujuk pada membaca Alquran dengan tenang, tertata, dan memperhatikan makhraj (tempat keluar huruf) serta sifat huruf-huruf arab. Membaca dengan tartil memungkinkan seseorang mendalami makna Alquran dan sekaligus mengajarkan nilai kesabaran dalam beribadah.
Imam yang fasih dan tartil akan menciptakan suasana shalat berjamaah yang penuh kekhusyukan. Hal ini terjadi karena setiap ayat yang dibaca dengan benar dan indah mudah dipahami dan meresap ke dalam hati jamaah. Sebaliknya, bacaan yang terbata-bata dan asal-asalan dapat mengurangi konsentrasi dan bahkan membingungkan jamaah dalam mengikuti bacaan.
Selain itu, membaca Alquran dengan fasih dan tartil merupakan bentuk penghormatan terhadap kalam Allah. Seorang imam yang mampu menampilkan bacaan yang indah dan benar akan memberikan contoh terpercaya bagi jamaah dan memotivasi mereka untuk meningkatkan kualitas bacaannya sendiri.
Dampak Kesalahan Tajwid dalam Membaca Alquran
Tajwid adalah ilmu yang mempelajari cara membaca Alquran sesuai aturan dan tata cara pengucapan huruf Arab dengan benar. Seorang imam wajib menguasai tajwid dengan baik agar setiap huruf keluar secara sempurna sesuai tempat keluarnya (makhraj) dan sifatnya sehingga tidak terjadi kesalahan baca yang dapat mengubah makna ayat.
Kesalahan dalam penerapan tajwid bisa mengakibatkan perubahan arti ayat sehingga berpotensi menimbulkan pemahaman yang keliru dari jamaah. Misalnya, perubahan satu huruf dalam sebuah kata dapat menyebabkan kata tersebut memiliki arti berbeda secara signifikan, bahkan bisa menjadi bukan kata yang bermakna dalam bahasa Arab.
Oleh sebab itu, imam yang menguasai tajwid tidak hanya membaca dengan benar tetapi juga berperan mengajarkan jamaah agar mereka memahami dan menghormati aturan ini. Dengan demikian, fungsi seorang imam melampaui sekadar memimpin shalat, tetapi menjadi pendidik yang mendampingi umat dalam membaca Alquran sesuai tuntunan agama.
Kelancaran Membaca Alquran
Kelancaran membaca Alquran adalah kemampuan agar bacaan mengalir tanpa terputus atau terhenti secara signifikan. Kelancaran ini dapat dicapai jika seorang imam menguasai makhraj dan tajwid dengan baik serta memiliki hafalan yang cukup terhadap ayat-ayat yang akan dibacanya.
Sifat kelancaran ini membantu jamaah dalam mengikuti bacaan imam dan menyesuaikan gerakan shalat dengan bacaan dengan lebih tepat. Imam yang lancar membaca juga memancarkan kesan percaya diri dan ketenangan, sehingga jamaah merasa yakin terhadap kepemimpinannya. Hal ini merupakan bagian penting dari kepemimpinan spiritual yang efektif.
Berwibawa dan Berkharisma
Selain kemampuan membaca Alquran, seorang imam harus menunjukkan sikap berwibawa dan berkharisma. Sikap ini membuat imam mudah dihormati, ditaati, dan menjadi figur panutan tidak hanya saat ibadah tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat.
Wibawa ini muncul dari karakter kuat, komitmen terhadap ajaran Islam, serta kemampuan untuk menjaga ketenangan dan kelembutan dalam memimpin. Kharisma seorang imam menjadi daya tarik spiritual yang mampu menggerakkan hati jamaah untuk istiqamah dalam melaksanakan ibadah dan akhlak mulia.
Kesimpulan
Menjadi imam bukan tugas yang ringan. Butuh kombinasi kemampuan teknis dalam membaca Alquran, penguasaan ilmu tajwid, karakter kuat, serta kepribadian yang bersih dan berwibawa. Dengan memenuhi syarat-syarat tersebut, seorang imam dapat menjalankan amanah memimpin umat dengan penuh berkah dan keberhasilan, membawa jamaahnya merasakan nyaman dan tenang dalam beribadah serta terinspirasi menjalani kehidupan Islami yang mulia.
Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, M.T.
Ketua Program Studi S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota (Planologi) Fakultas Teknik UNISSULA. Juga sebagai Sekretaris I Bidang Penataan Kota, Pemberdayaan Masyarakat Urban, Pengembangan Potensi Daerah, dan Pemanfaatan SDA, ICMI Orwil Jawa Tengah. Selain itu juga menjadi Ketua Bidang Teknologi Tradisional, Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Provinsi Jawa Tengah. Serta sebagai Sekretaris Umum Satupena Jawa Tengah.



